PRENUPTIAL AGREEMENT / PERJANJIAN KAWIN

Prenuptial Agreement atau perjanjian kawin. Dengan era globalisasi yang lebih terbuka
untuk lintas batas antar negara yang satu dan negara yang lain, hal itu juga
menjadikan interaksi yang tidak bisa di hindari antara orang dari satu warga
negara dengan warga negara lainnya, dimana tidak jarang dari interaksi tersebut
sampai pada dilakukannya proses perkawinan dengan beda kewarganegaraan
tersebut. Begitu juga yang terjadi di Indonesia, telah banyak warga negara
Indonesia (WNI) yang telah menikah dengan warga negara asing (WNA).

Sebagai bagian warga negara dan tinggal di suatu negara maka mau tidak mau harus mengikuti ketentuan
hukum yang berlaku di negara tersebut. Berkaitan dengan prenuptial agreement
atau perjanjian kawin, hal itu memang diatur dalam ketentuan hukum di Indonesia
(KUHPerdata). Diantaranya dalam KUHPerdata mengatur masalah prenuptial
agreement atau perjanjian kawin yaitu sebagai berikut :

Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh
tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau
diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.[1]

Para calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undangundang mengenai
harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau
dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.[2]

 

Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada
kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama.

Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan suami isteri;
namun hal mi tidak mengurangi wewenang isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun
barang-barang tak bergerak di samping penikmatan penghasilannya pribadi secara bebas.

 

Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama isteri, atau yang
selama perkawinan dan pihak isteri jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh dipindahtangankan
atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.[3]

 

Ketentuan prenuptial agreement atau perjanjian kawin harus dibuat Notaril Sering terjadi pertanyaan bahwa WNI
dan WNA telah melangsungkan pernikahan bahkan sudah mempunyai anak namun mereka
tidak memiliki prenuptial agreement atau perjanjian kawin dan prenuptial
agreement atau perjanjian kawin baru mereka pikirkan atau mereka butuhkan pada
saat mereka sudah kawin bahkan sudah punya anak. Sementara secara hukum diatur
bahwa, Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan
berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian.
Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak
boleh ditentukan saat lain untuk itu.[4]

 

Bagaimana kepemilikan Fix Asset / Harta Tetap adanya perkawinan dengan WNA

Akibat adanya prenuptial agreement atau perjanjian kawin yang konsekuensinya kepemilikan harta diantara suami
isteri itu terpisah, untuk kepemilikan fix asset seperti halnya tanah dan bangunan. Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang
disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-negaraan asing atau
kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud
dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada
Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat
dituntut kembali.[5]

Tanpa adanya prenuptial agreement atau perjanjian kawin yang telah dibuat sebelum dilangsungkannya pernikahan maka
secara hukum harta yang ada akan menjadi harta milik bersama, namun ada batasan
untuk kepemilikan harta tetap seperti halnya tanah dan bangunan untuk status
hak tertentu dimana tidak bisa dimiliki oleh suami/isteri tersebut.

Satu hal lagi, bagaimana jika mereka sudah membuat prenuptial agreement atau perjanjian kawin dan sudah didaftar
tapi disatu sisi pihak asing nya ingin bahwa apabila dikemudian hari terjadi
perceraian maka fix aset yang atas nama WNI tersebut harus dibagi 2 seperti hal
nya harta bersama, sedangkan mereka sudah harta terpisah ???

So, anda mau membuat prenuptial agreement atau perjanjian kawin ? atau sudah menikah tapi belum membuat
prenuptial agreement atau perjanjian kawin atau sudah membuat prenuptial
agreement atau perjanjian kawin dan sudah menikah tapi si asing mau hartanya
nanti dibagi 2, bagaimana solusinya ? J



[1] Lihat
KUHPerdata Pasal 119

[2] Lihat KUHPer
Pasal 139

[3] Ibid
Pasal 140

[4] Ibid
Pasal 147

[5] Pasal 26
UU No 5 Tahun 1960


Comments are closed.