Akhmad Nurismarsyah – detikFinance
Jakarta – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dinilai terlalu mementingkan investasi asing. Hal ini ditakutkan akan membuat perekonomian Indonesia berada di bawah dominasi modal-modal asing.
Hal ini disampaikan oleh Ekonom Senior Sri Edi Swasono dalam diskusi ‘Investasi asing dan nasionalisme ekonomi: Indonesia Tidak untuk Dijual’ di Hotel Century, Jakarta, Senin (8/11/2010).
“Kepemilikan modal ini yang tidak dilihat sebagai faktor penting oleh Ketua BPKM saat ini. Bagi dia yang penting investasi asing masuk sebanyak-banyaknya. Pemikiran ini akan semakin jauh mendorong Indonesia di bawah dominasi modal asing,” kata Edi.
Dikatakan Edi, dengan dominasi dana asing ini. Maka otomatis keuntungan investasi yang dikeruk dari ekonomi kita akan jatuh ke tangan mereka.
“Ini ada kaitannya dengan GDP (produk domestik bruto) dan GNP (produk nasional bruto). Selama ini GNP selalu lebih kecil dibandingkan GDP. Padahal semakin banyak investasi asing, maka GNP dengan sendirinya juga akan semakin kecil,” jelas Edi.
Padahal kesenjangan antara GNP dengan GDP yang semakin lebar merupakan indikasi semakin besarnya dominasi asing atas perekonomian nasional.
“Ini yang tidak disadari dan tidak dimengerti oleh Ketua BKPM. Kenyataan saat ini asing sudah mendominasi perekonomian nasional,” ujar Edi.
Besarnya investasi asing ini membuat pemerintah Indonesia seringkali diatur oleh investor. Pemerintah tak berani melawan asing karena takut mereka menarik investasinya dari Indonesia. Pemerintah harus berani menolak investor yang banyak kemauan.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Perminyakan Kurtubi mengatakan, Indonesia harus menjadikan investasi asing sebagai pelengkap saja, bukan sebagai penopang utama sistem perekonomian nasional.
“Pemerintah harus berani tegas terhadap investor asing. Investor manapun harus tunduk pada konstitusi kita. Kita tidak boleh ketakutan kehilangan investasi, kemudian menurut saja pada kemauan investor,” katanya.
Investasi asing harus tetap di bawah kendali negara, sehingga segala aktivitas bisnis dan operasi mereka selalu bisa dikontrol oleh negara. Bila tidak demikian, maka dikhawatirkan justru menimbulkan kerugian yang tidak kecil bagi negara.